SlideShow

Image and video hosting by TinyPic
0

Masalah Pengangguran di Indonesia



Masalah pengangguran tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang tetapi juga dialami oleh negara-negara maju dengan tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya menjadi salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk. Penyebab utama serta faktor penyebab rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang yaitu terbatasnya penyerapan sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang relatif lebih rendah daripada di negara-negara maju karena rendahnya efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja mulai dari usia 15 sampai 64 tahun yang sedang mencari pekerjaan atau yang belum mendapatkan pekerjaan, yang digunakan untuk mengukur pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tingkat pengangguran terbuka umumnya didefinisikan secara konvensional sebagai proporsi angkatan kerja yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan, digunakan untuk mengetahui seberapa besar penawaran kerja yang tidak dapat masuk dalam pasar kerja di sebuah negara atau wilayah. Analisis pengangguran terutama berkaitan dengan pengangguran menurut kategori, provinsi, jenis kelamin, pendidikan, kelompok umur, daerah tempat tinggal, dan analisis pengangguran menurut beberapa negara. Secara umum, TPT perempuan pada tahun 2008 berada pada level 9,7 %   lebih tinggi daripada TPT laki-laki berkisar antara 7,6 %.
Menurut data Badan Pusat Statistik 2002, menunjukkan jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,13 juta orang atau 9,06% dari keseluruhan angkatan kerja dan jumlah ini dua kali lipat lebih dari jumlah pengangguran terbuka sebesar 4,3 juta jiwa atau 4,86% tahun 1996 setahun sebelum krisis moneter melanda Indonesia. Data ini belum termasuk setengah penganggur, yakni orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu yang jumlahnya 28,9 juta orang pada tahun 2002. Krisis ekonomi ditambah dengan krisis moral para penyelenggara negara dengan maraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menghambat pertumbuhan ekonomi yang justru akan memungkinkan terciptanya lapangan kerja.
Data tersebut menunjukkan struktur angkatan kerja, pekerja dan pengangguran terbuka menurut tingkat pendidikan masih didominasi oleh tamatan Sekolah Dasar (SD) ke bawah. Angkatan kerja tahun 2002 yang berpendidikan SD ke bawah mencapai 59,05 juta orang atau sekitar 58,6 % dari angkatan kerja, SMP 17,49 juta orang, dan SMU 12,21 juta orang. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran akan disebutkan melalui beberapa poin.
1.     Besarnya angkatan kerja tidak seimbang dengan kesempatan kerja. Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi. 
2.      Struktur lapangan kerja tidak seimbang. 
3.   Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang. Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4.    Penyediaan dan pemanfaatan tenaga kerja antar daerah tidak seimbang. Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
Banyaknya jumlah pengangguran di Indonesia lama-lama akan menimbulkan banyak masalah sosial yang nantinya menjadi suatu krisis sosial. Pengangguran akan selalu berkaitan dengan kemiskinan yang identik dengan kebodohan, kejahatan dan perilaku yang menyimpang. Masalah sosial ini, dilihat dari banyaknya anak-anak yang orang tuanya menganggur dan turun ke jalanan menjadi pengamen, pedagang asongan maupun pelaku tindak kriminalitas yang dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Mereka adalah generasi yang kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan maupun pembinaan yang baik. Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.
Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja terbagi dalam dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus).
1.   Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Jadi, setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya.
2.      Kebijakan mikro (khusus) dijabarkan dalam beberapa poin. 
a.   Pengembangan pola pikir wawasan penganggur. Setiap manusia sesungguhnya memiliki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Dengan demikian, diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun masyarakat luas. Kepribadian yang matang, dinamis dan kreatif memiliki tujuan dan visi yang jauh ke depan, berani mengambil tantangan serta mempunyai pola pikir yang benar. Itu merupakan tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan informasi yang sangat kompetitif dewasa ini dan di masa-masa mendatang.
b.  Melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi.
c.    Membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Hal itu dapat dilakukan serentak dengan pendirian Badan Jaminan Sosial Nasional dengan mengubah PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai devisi menurut sasarannya. Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan tercatat dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaaan lembaga itu dapat disusun dengan baik.
d.   Menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Semua itu perlu segera dibahas dan disederhanakan, sehingga merangsang pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.
e.  Mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan bahan non-organik yang dapat didaur ulang. Sampah sebagai bahan baku pupuk organik dapat diolah untuk menciptakan lapangan kerja dan pupuk organik itu dapat didistribusikan ke wilayah-wilayah tandus yang berdekatan untuk meningkatkan produksi lahan. Semua itu mempunyai nilai ekonomis tinggi dan akan menciptakan lapangan kerja.
f.  Mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Pengembangan lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan.
g.      Menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Bagi pemerintah Daerah yang memiliki lahan cukup, gedung, perbankan, keuangan dan aset lainnya yang memadai dapat membangun Badan Usaha Milik Daerah Pengerahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri (BUMD-PJTKI). Tentunya badan itu diperlengkapi dengan lembaga pelatihan (Training Center) yang kompeten untuk jenis-jenis keterampilan tertentu yang sangat banyak peluang di negara lain. Di samping itu, perlu dibuat peraturan tersendiri tentang pengiriman TKI ke luar negeri seperti di Filipina.
h.   Menyempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan.
i.        Mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
j.      Mengembangkan potensi kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif.
Kesimpulan:
Pengangguran merupakan sebuah masalah yang kompleks, tidak hanya menyangkut masalah sosial bagi masyarakat luas tetapi juga merupakan masalah bagi individu yang menjalaninya. Masalah sosial merupakan masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya tidak hanya oleh pemerintah tetapi oleh kita semua. Diharapkan masalah-masalah sosial lain yang timbul akibat pengangguran seperti kejahatan dan prostitusi juga dapat teratasi. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat menekan jumlah pengangguran dengan salah satunya yaitu membuat kebijakan-kebijakan, diantaranya kebijakan makro dan mikro.

0 komentar:

Posting Komentar